Pada sistem heterogen, reaksi berlangsung antara dua fase atau lebih. Jadi pada sistem heterogen dapat dijumpai reaksi antara padat dan gas, atau antara padat dan cairan. Cara yang paling mudah untuk menyelesaikan persoalan pada sistem heterogen adalah menganggap komponen-komponen dalam reaksi bereaksi pada fase yang sama.
Hal-hal yang mempengaruhi kesetimbangan :
1. Pengaruh perubahan konsentrasi
Bila ke dalam sistem ditambahkan gas oksigen, maka posisi keseimbangan
akan bergeser untuk menetralkan efek penambahan oksigen.
Bila ke dalam sistem ditambahkan gas oksigen, maka posisi keseimbangan
akan bergeser untuk menetralkan efek penambahan oksigen.
2. Pengaruh tekanan
Bila tekanan dinaikkan, keseimbangan akan bergeser ke kiri yaitu mengarah pada pembentukan NO2. Dengan bergesernya ke kiri, maka volume akan berkurang sehingga akan mengurangi efek kenaikkan tekanan.
3. Pengaruh perubahan suhu
Reaksi pembentukan bersifat endotermik dan eksotermik. Jika suhu dinaikkan, maka keseimbangan akan bergeser ke kanan, kearah reaksi yang endotermik sehingga pengaruh kenaikkan suhu dikurangi.
Hukum Distribusi Nernst ini menyatakan bahwa solut akan mendistribusikan diri di antara dua pelarut yang tidak saling bercampur, sehingga setelah kesetimbangan distribusi tercapai, perbandingan konsentrasi solut di dalam kedua fasa pelarut pada suhu konstan akan merupakan suatu tetapan, yang disebut koefisien distribusi (KD), jika di dalam kedua fasa pelarut tidak terjadi reaksi-reaksi apapun. Akan tetapi, jika solut di dalam kedua fasa pelarut mengalami reaksi-reaksi tertentu seperti assosiasi, dissosiasi, maka akan lebih berguna untuk merumuskan besaran yang menyangkut konsentrasi total komponen senyawa yang ada dalam tiap-tiap fasa, yang dinamakan angka banding distribusi (D).
Satu jenis kesetimbangan heterogen yang penting melibatkan pembagian suatu spesies terlarut antara dua fase pelarut yang tidak dapat bercampur. Misalkan dua larutan tak tercampur seperti air dan karbon tetraklorida dimasukkan kedalam bejana. Larutan-larutan ini terpisah menjadi dua fase dengan zat cair yang kerapatannya lebih rendah, dalam hal ini air berada dibagian atas larutan satunya. Contoh penggunaan hukum distribusi dalam kimia yaitu dalam proses ekstraksi dan proses kromatografi.
faktor-faktor yang mempengaruhi koefisien distribusi diantaranya:
1. Temperatur yang digunakan.
Semakin tinggi suhu maka reaksi semakin cepat sehingga volume titrasi
menjadi kecil, akibatnya berpengaruh terhadap nilai k.
2. Jenis pelarut.
Apabila pelarut yang digunakan adalah zat yang mudah menguap maka akan sangat mempengaruhi volume titrasi, akibatnya berpengaruh pada perhitungan nilai k.
3. Jenis terlarut.
Apabila zat akan dilarutkan adalah zat yang mudah menguap atau higroskopis, maka akan mempengaruhi normalitas (konsentrasi zat tersebut), akibatnya mempengaruhi harga k.
4. Konsentrasi
Makin besar konsentrasi zat terlarut makin besar pula harga k.
Bila dua macam pelarut yang tidak saling bercampur dimasukkan kedalam suatu tempat, maka akan terlihat suatu batas, dimana hal ini menunjukkan dua pelarut tersebut tidak bercampur. Jika solut yang dapat bercampur baik dalam pelarut I maupun pelarut II ditambahkan pada kedua pelarut tersebut, maka akan terjadi pembagian solut yang terdistribusi dalam kedua pelarut tersebut.
Prinsip tersebut diatas dapat diaplikasikan pada metode pemisahan senyawa kimia yaitu ekstraksi yang menggunakan prinsip perbedaan kelarutan senyawa diantara dua pelarut tak bercampur. Salah satu jenis ekstraksi yaitu cair-cair yang menggunakan pelarut yang sama fasanya yaitu cair.
Solut yang terdistribusi pada kedua pelarut mempunyai harga potensial kimia (µ) sebagai berikut
µi = µi + RT ln ai dimana ai adalah aktivitas solut dalam pelarut
Pada saat kesetimbangan kecepatan solut yang keluar dari pelarut yang satu sama dengan kecepatan solut yang keluar ke pelarut yang lain sehingga potensial kimia pada kedua pelarut sama.
µi = µii
µi = µi + RT ln ai = µii + RT ln aii
Harga µi dan µii konstan pada temperatur dan tekanan tertentu sehingga
K = Koefisien partisi atau koefisien distribusi K adalah x’/x. Dimana x’ dan x adalah fraksi mol solut pada kedua pelarut.
Bila larutan encer maka mol fraksi sebanding dengan molaritas maupun molalitas
Perumusan tersebut berlaku selama berat molekul solut sama pada kedua pelarut. Bila berat molekul tidak sama akibat terjadinya asosiasi dan desosiasi solut di dalam salah satu pelarut. Sehingga untuk mendapatkan koefisien distribusi konstan diperlukan modifikasi pada kaidah sederhana tersebut.
Misal suatu solut C mempunyai molekul normal dalam pelarut I tetapi dalam pelarut II solut C berasosiasi membentuk senyawa komplek Cn
Bila dua macam pelarut yang tidak bercampur dimasukkan dalam suatu wadah atau tempat maka akan terlihat suatu batas. Hal ini antara lain menunjukkan bahwa 2 pelarut tersebut tidak bercampur. Jika suatu zat terlarut tersebut dapat bercampur baik dalam pelarut 1 maupun pelarut 2. Maka akan terjadi pembagian kelarutan kedalam dua pelarut tersebut yang pada suatu saat akan terjadi kesetimbangan. Dalam keadaan setimbang berarti zat terlarut dari pelarut yang satu keluar dan masuk kepelarut yang lain dan sebaliknya. Sehingga banyaknya zat terlarut dalam pelarut 1&2 pada keadaan setimbang disebut koefisien distribusi.
K = C1 / C2 dengan,
K: koefisien distribusi
C1 : konsentrasi zat terlarut dalam pelarut 1
C2 : konsentrasi zat terlarut dalam pelarut 2
Harga K akan tetap jika berat molekul zat terlarut dalam pelarut 1 sama dengan berat molekul dalam pelarut 2. Apabila berat molekul tidak sama, maka akan terjadi disosiasi zat terlarut atau disosiasi zat terlarut dalam satu pelarut, misalnya:
Cn Nc
Bila dua macam pelarut yang tidak bercampur dimasukkan dalam suatu wadah atau tempat maka akan terlihat suatu batas. Hal ini antara lain menunjukkan bahwa 2 pelarut tersebut tidak bercampur. Jika suatu zat terlarut tersebut dapat bercampur baik dalam pelarut 1 maupun pelarut 2. Maka akan terjadi pembagian kelarutan kedalam dua pelarut tersebut yang pada suatu saat akan terjadi kesetimbangan. Dalam keadaan setimbang berarti zat terlarut dari pelarut yang satu keluar dan masuk kepelarut yang lain dan sebaliknya. Sehingga banyaknya zat terlarut dalam pelarut 1&2 pada keadaan setimbang disebut koefisien distribusi.
K = C1 / C2
dengan
K: koefisien distribusi
C1 : konsentrasi zat terlarut dalam pelarut 1
C2 : konsentrasi zat terlarut dalam pelarut 2
Harga K akan tetap jika berat molekul zat terlarut dalam pelarut 1 sama dengan berat molekul dalam pelarut 2. Apabila berat molekul tidak sama, maka akan terjadi disosiasi zat terlarut atau disosiasi zat terlarut dalam satu pelarut, misalnya:
Cn nC
PEMISAHAN CAMPURAN YANG TIDAK SALING BERCAMPUR
Jenis metode pemisahan ada berbagai macam, diantaranya yang paling baik dan populer adalah ekstraksi pelarut atas ekstraksi air Ekstraksi pelarut menyangkut distribusi suatu zat terlarut (solut) di antara dua fasa cair yang tidak saling bercampur, seperti benzen, karbon tetraklorida atau kloroform, dengan batasan zat terlarut dapat ditransfer pada jumlah yang berbeda dalam kedua fase pelarut.
Selain untuk kepentingan analisis kimia, ekstraksi juga banyak digunakan untuk pekerjaan-pekerjaan preparatif dalam bidang kimia organik, biokimia dan anorganik di laboratorium. Alat yang digunakan dapat berupa corong pemisah (paling sederhana), alat ekstraksi Soxhlet, sampai yang paling rumit, berupa alat “Counter Current Craig”.
Teknik ekstraksi sangat berguna untuk pemisahan secara cepat dan bersih baik untuk zat organik maupun zat anorganik. Secara umum, ekstraksi adalah proses penarikan suatu zat terlarut dari larutannya di dalam air oleh suatu pelarut lain yang tidak dapat bercampur dengan air.Tujuan ekstraksi ialah memisahkan suatu komponen dari campurannya dengan menggunakan pelarut
Menurut hukum distribusi Nernst, bila ke dalam dua pelarut yang tidak saling bercampur dimasukkan solut yang dapat larut dalam kedua pelarut tersebut, maka akan terjadi pembagian kelarutan.
Kedua pelarut tersebut umumnya pelarut organik dan air. Dalam praktek solut akan terdistribusi dengan sendirinya ke dalam dua pelarut tersebut setelah dikocok dan dibiarkan terpisah. Perbandingan konsentrasi solut di dalam kedua pelarut tersebut tetap dan merupakan suatu tetapan pada suhu tetap. Tetapan tersebut disebut tetapan distribusi atau koefisien distribusi, yang dinyatakan dengan rumus:
= atau =
KD = koefisien distribusi
C1 = konsentrasi solute pada pelarut 1
C2 = konsentrasi solute pada pelarut 2
Co = konsentrasi solute pada pelarut organik
Ca = konsentrasi solute pada pelarut air
Dari rumus tersebut jika harga KD besar,solute secara kuantitatif akan cenderung terdistribusi lebih banyak ke dalam pelarut organikbegitu pula sebaliknya. Rumus tersebut hanya berlaku bila :
a. Solute tidak terionisasi dalam salah satu pelarut
b. Solute tidak berasosiasi dalam salah satu pelarut
c. Zat terlarut tidak dapar bereaksi dengan salah satu pelarut atau adanya reaksi- reaksi lain.
Iod mampu larut dalam air dan juga dalam kloroform. Akan tetapi, perbedaan kelarutannya dalam kedua pelarut tersebut cukup besar. Dengan mengekstraksi larutan iod dalam air ke dalam kloroform, menghitung konsentrasi awal dan sisa iod dalam air dengan cara titrasi, maka dapat diperoleh konsentrasi iod dalam kedua pelarut tersebut, sehingga koefisien distribusi KD iod dalam sistem kloroform-air dapat ditentukan.
Angka banding distribusi menyatakan perbandingan konsentrasi total zat terlarut dalam pelarut organik (fasa organik) dan pelarut air (fasa air).Jika zat terlarut itu adalah X maka rumus angka banding distribusi dapat ditulis :
Untuk keperluan analisis kimia angka banding distribusi (D) akan lebih bermakna daripada koefisien distribusi (KD). Pada kondisi ideal dan tidak terjadi asosiasi, disosiasi atau polimerisasi, maka harga KD sama dengan D.
Ekstraksi adalah teknik yang sering digunakan bila senyawa organik (sebagian besar hidrofob) dilarutkan atau didispersikan dalam air. Pelarut yang tepat (cukup untuk melarutkan senyawa organik; seharusnya tidak hidrofob) ditambahkan pada fasa larutan dalam airnya, campuran kemudian diaduk dengan baik sehingga senyawa organik diekstraksi dengan baik. Lapisan organik dan air akan dapat dipisahkan dengan corong pisah, dan senyawa organik dapat diambil ulang dari lapisan organik dengan menyingkirkan pelarutnya. Pelarut yang paling sering digunakan adalah dietil eter C2H5OC2H5, yang memiliki titik didih rendah (sehingga mudah disingkirkan) dan dapat melarutkan berbagai senyawa organik.
Tekhnik ini (ekstraksi) bermanfaat untuk memisahkan campuran senyawa dengan berbagai sifat kimia yang berbeda. Contoh yang baik adalah campuran fenol C6H5OH, anilin C6H5NH2 dan toluen C6H5CH3, yang semuanya larut dalam dietil eter. Pertama anilin diekstraksi dengan asam encer. Kemudian fenol diekstraksi dengan basa encer. Toluen dapat dipisahkan dengan menguapkan pelarutnya. Asam yang digunakan untuk mengekstrak anilin ditambahi basa untuk mendaptkan kembali anilinnya, dan alkali yang digunakan mengekstrak fenol diasamkan untuk mendapatkan kembali fenolnya.
Bila senyawa organik tidak larut sama sekali dalam air, pemisahannya akan lengkap. Namun nyatanya, banyak senyawa organik, khususnya asam dan basa organik dalam derajat tertentu larut juga dalam air. Hal ini merupakan masalah dalam ekstraksi. Untuk memperkecil kehilangan yang disebabkan gejala pelarutan ini, disarankan untuk dilakukan ekstraksi berulang. Anggap anda diizinkan untuk menggunakan sejumlah tertentu pelarut. Daripada anda menggunakan keseluruhan pelarut itu untuk satu kali ekstraksi, lebih baik Anda menggunakan sebagian-sebagian pelarut untuk beberapa kali ekstraksi. Kemudian akhirnya menggabungkan bagian-bagian pelarut tadi. Dengan cara ini senyawa akan terekstraksi dengan lebih baik.
No comments:
Post a Comment